Tentang Kami
Social WorkerLAZISMU adalah lembaga zakat nasional dengan SK Menteri Agama RI No. 90 Tahun 2022, yang berkhidmat dalam pemberdayaan masyarakat, melalui
Oleh : Ain Nurwindasari, kontributor PWMU.CO Gresik.
PWMU.CO – Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik Drs Mahfudz Asrofi MSI menyampaikan materi bertema Paham Agama dalam Muhammadiyah.
Materi tersebut disampaikan Mahfudz Asrofi dalam pertemuan rutin Corps Mubalighat Aisyiyah (CMA) se-Kabupaten Gresik yang diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kabupaten Gresik, di Gedung Dakwah Muhammadiyah PCM Dukun, Gresik, Ahad (12/6/2022).
Mahfudz mengawali materinya dengan menyampaikan beberapa testimoni masyarakat dalam memahami Muhammadiyah.
“Seorang aktivis mengatakan: ‘Saya Islam, bukan NU, dan bukan Muhammadiyah.’ Orang yang mengatakan semacam ini, benar atau tidak?” tanyanya kepada seluruh peserta.
Kemudian seluruh peserta kompak menjawab: “Tidak!”
Menurutnya, orang yang mengatakan dirinya Islam, tidak NU dan tidak pula Muhammadiyah telah salah dalam berpikir, sebab ia telah menyamakan dua organsisasi Islam tersebut dengan agama.
“NU dan Muhammadiyah bukan agama, tapi alat untuk memahami agama. NU dan Muhammadiyah adalah paham pemikiran tentang Islam. Bagaimana kita memahami, bagaimana kita mempraktikkan Islam, itu ada alat, ada caranya. Dalam hal ini, saya memahami Islam, saya mengikuti cara pandang Muhammadiyah,” jelasnya.
Dia melanjutkan beberapa testimoni yang kurang tepat tentang Muhammadiyah, di antaranya pernyataan: “Ibu itu baik, sayangnya Muhammadiyah.”
Atau, “Bapak ini pasti bukan orang Muhammadiyah karena bacaan Qurannya bener. Orang Muhammadiyah umumnya tidak bisa baca al-Quran.”
Pernyatan-pernyataan semacam itu dinilai telah membentuk persepsi bahwa Muhammadiyah adalah organisasi yang layak dibenci.
Mahfudz menjelaskan Muhammadiyah bukanlah seperti anggapan sebagian masyarakat di atas.
“Muhammadiyah besar bukan karena uang, tapi karena gagasan, ketekunan, kreativitas, keikhlasan para aktivis dengan amanah menjaga kebermanfaatan,” jelasnya.
Meski demikian Mahfudz memaklumi adanya anggapan-anggapan yang kurang tepat tentang Muhammadiyah. Hal ini karena Muhammadiyah terus bergerak.
“Ada kaidah: kullu maa tammal amru, badaa naqsuhu. Bahwa segala sesuatu yang telah selesai dikerjakan, akan muncul kekurangannya,” jelasnya.
Menurut Mahfudz, Muhammadiyah sering disebut organisasi modern karena teratur, disiplin, dan rasional. Dalam organisasi modern, yang bekerja adalah sistem, bukan kharisma personal.
“Muhammadiyah lahir, tumbuh dan berkembang karena paham agama Islam yang melekat pada pendirinya, yakni Kiai Ahmad Dahlan yang terinspirasi dari beberapa ayat al-Quran antara lain surat Ali Imran: 104 dan 110, an-Nahl: 125, al-Maun dan al-Ashr, yang mendorongnya mendirikan pergerakan Muhammadiyah,” terangnya.
Ia menekankan bahwa bermuhammadiyah harus dimulai dari paham dan keyakinan agama menurut Muhammadiyah, dan selanjutnya tetap bersandar kepada keyakinan tersebut yang meliputi:
Pertama, memahami, mempraktikkan ajaran Islam dengan cara yang benar dan tepat.
Kedua, menyadari bahwa untuk menyiarkan dan menerapkan ajaran Islam dalam arti yang sebenarnya, butuh alat berupa organisasi dan digerakkan dengan jihad bil amwal wal anfus.
“Apa ada orang yang memahami dan mempraktikkan ajaran Islam dengan cara yang benar tapi tidak tepat? Ada. Contohnya orang yang umrah dan haji berkali-kali, tapi tidak menyantuni fakir miskin di sekitarnya,” terangnya.
Ia pun mengingatkan bahwa berorganisasi itu hukumnya wajib. Berdasarkan kaidah:
مَا لَا يَتِمُّ الوَاجِبُ اِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
Artinya, “Sesuatu yang jika kewajiban tidak bisa sempurna kecuali dengan sesuatu itu, maka sesuatu itu hukumnya wajib.”
“Dakwah adalah kewajiban personal. Tapi dakwah itu tidak akan berhasil jika hanya dilakukan sendiri-sendiri. Di situlah organisasi wajib kita jaga dan kita pelihara. Fungsimya adalah sebagai alat,” terangnya.
Oleh karena itu, di dalam Aanggaran Dasar Muhammadiyah tercantum bahwa Muhammadiyah adalah organisasi Islam berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah.
“Oleh karena itu Muhammadiyah tidak akan menjadi subordinasi dari politik manapun,” tegasnya.
Selanjutnya, Mahfudz menjelaskan apa yang dimaksud dengan agama menurut Muhammadiyah. Ia pun mengutip definisi agama menurut putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah.
“Agama adalah sesuatu yang disyariatkan Allah melalui lisan para nabi-Nya, tentang beberapa ketentuan perintah, larangan dan petunjuk kebenaran, untuk kebaikan hidup manusia di dunia dan akhirat,” ujarnya.
Adapun agama Islam ialah apa yang diturunkan Allah dalam al-Quran dan disebutkan dalam Sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat.
Di akhir sesi, Mahfudz mendapatkan pertanyaan tentang bagaimana menyikapi Muhammadiyah dianggap sesat? Dan bagaimana menyikapi tradisi ulang tahun yang ada di masyarakat.
Mahfudz menjelaskan bahwa anggapan sesat yang ditujukan kepada Muhammadiyah menunjukkan adanya perbedaan dan jarang ketemu serta duduk bersama.
“Jika kita ketemu dan duduk bersama akan selesai dan akan sepakat terhadap perbedaan itu. Coba kita tanya, jika Muhammadiyah itu sesat, maka tunjukkan sesatnya dimana.” Terangnya.
Menurutnya meluruskan pemahaman yang kurang tepat terhadap Muhammadiyah bukan hanya tanggung jawab pimpinan persyarikatan, tapi juga tanggung jawab pimpinan amal usaha.
“Kedua, ini adalah tantangan pimpinan amal usaha. Ketika kita mencari guru, kita nyarinya dari sisi profesionalitasnya atau dari sisi ideologinya (Muhammadiyah)? Jika milih profesionalitasnya maka pimpinan AUM bertanggung jawab meningkatkan ideologinya, dan sebaliknya.” Jelasnya.
Terakhir, ia menekankan pentingnya dakwah kultural. Misalnya terkait tradisi ulang tahun.
“Ulang tahun, boleh, tapi ritualnya jangan sampai melanggar syariat Islam. Di Muhammadiyah sendiri pun kita mengadakan milad. Itu kan sama dengan ulang tahun sebenarnya. Itulah pentingnya kita memahami dakwah kultural dan menerapkannya secara tepat,” tandasnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni